Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenal Muharram, Bulan Pertama di Tahun Hijriyah

foto indopos.co.id

Dalam hitungan hari, kaum Muslimin akan menyambut Tahun Baru Islam. Yaitu Tahun Baru Hijriyah. Tahun Baru Islam merupakan hari yang bersejarah bagi umat islam di seluruh dunia.

Dalam konteks masa kini, peristiwa hijrah dimaknai sebagai penanaman nilai dan semangat berhijrah untuk diri sendiri. Berani meninggalkan sesuatu yang buruk dan beralih kepada kebaikan.

Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab sekaligus dimulainya sistem penanggalan Islam, sistem penanggalan ini diberlakukan untuk membedakan diri dengan sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa Al-Masih atau Messiah (Ibrani)

Kalender hijriyah adalah penanggalan rabani yang menjadi acuan dalam hukum-hukum Islam. Seperti haji, puasa, haul zakat, ‘idah thalaq dan lain sebagainya. Dengan menjadikan hilal sebagai acuan awal bulan. Sebagaimana disinggung dalam firman Allah ta’ala,

“Orang-orang bertanya kepadamu tentang hilal. Wahai Muhammad katakanlah: “Hilal itu adalah tanda waktu untuk kepentingan manusia dan ibadah haji.”(QS. Al-Baqarah: 189)

Masyarakat Arab sejak masa silam, sebelum kedatangan Islam, telah menggunakan kalender qamariyah (kalender berdasarkan peredaran bulan). Mereka sepakat tanggal 1 ditandai dengan kehadiran hilal dan juga menetapkan nama bulan sebagaimana yang kita kenal.


Mereka mengenal bulan Dzulhijah sebagai bulan haji. Selain itu, mereka kenal bulan Rajab, Ramadhan, Syawal, Safar, dan bulan-bulan lainnya. Bahkan, juga menetapkan adanya 4 bulan suci: Dzulqadah, Dzulhijah, Shafar Awal (Muharam), dan Rajab. Selama 4 bulan suci ini, mereka sama sekali tidak boleh melakukan peperangan.

Hanya saja masyarakat jazirah Arab belum memiliki angka tahun. Mereka tahu tanggal dan bulan, tapi tidak ada tahunnya. Biasanya, acuan tahun yang digunakan adalah peristiwa terbesar yang terjadi ketika itu.

Tahun renovasi Ka’bah misalnya, karena pada tahun tersebut, Ka’bah direnovasi ulang akibat banjir. Tahun fijar, karena saat itu terjadi perang fijar. Tahun fiil (gajah), karena saat itu terjadi penyerbuan Ka’bah oleh pasukan bergajah. Oleh karena itu kita mengenal tahun kelahiran Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dengan istilah tahun fiil/tahun gajah. Terkadang mereka juga menggunakan tahun kematian seorang tokoh sebagai patokan, misal 7 tahun sepeninggal Ka’ab bin Luai.” Untuk acuan bulan, mereka menggunakan sistem bulan qomariyah (penetapan awal bulan berdasarkan fase-fase bulan)

Contoh pada Rasulullah, Tahun izin (sanatul idzni), karena ketika itu kaum muslimin diizinkan Allah untuk berhijrah ke Madinah. Tahun perintah (sanatul amri), karena mereka mendapat perintah untuk memerangi orang musyrik. Tahun tamhish, artinya ampunan dosa. Di tahun ini Allah menurunkan firmanNya, ayat 141 surat Ali Imran, yang menjelaskan bahwa Allah mengampuni kesalahan para sahabat ketika Perang Uhud. Tahun zilzal (ujian berat). Ketika itu, kaum muslimin menghadapi berbagai cobaan ekonomi, keamanan, krisis pangan, karena perang khandaq. (Arsyif Multaqa Ahlul Hadits, Abdurrahman al-Faqih, 14 Maret 2005)

Sistem penanggalan seperti ini berlanjut sampai ke masa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dan khalifah Abu Bakr Ash-Sidiq radhiyallahu’anhu. Barulah di masa khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu, ditetapkan kalender hijriyah yang menjadi pedoman penanggalan bagi kaum muslimin.

Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar bin Khattab. Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib, keponakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi Wassallam. Beliau inilah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Foto: Pixabay

Latar Belakang Penanggalan dan Penentuan Tahun dan Bulan

Berawal dari surat-surat tak bertanggal, yang diterima Abu Musa Al-Asy-‘Ari radhiyahullahu’anhu; sebagai gubernur Basrah kala itu, dari khalifah Umar bin Khatab. Abu Musa mengeluhkan surat-surat tersebut kepada Sang Khalifah melalui sepucuk surat,

Dalam surat itu, Abu Musa mengatakan: “Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.”

Karena kejadian inilah kemudian Umar bin Khatab mengajak para sahabat untuk bermusyawarah; menentukan kalender yang nantinya menjadi acuan penanggalan bagi kaum muslimin.

Umar mengumpulkan para sahabat, lalu berkata kepada mereka : "Tetapkan tahun untuk masyarakat, yang bisa mereka jadikan acuan. Ada yang usul, kita gunakan acuan tahun bangsa Romawi. Namun usulan ini dibantah, karena tahun Romawi sudah terlalu tua. Perhitungan tahun Romawi sudah dibuat raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu’alaihiwasalam ke kota Madinah. Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Hati Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini (Mahdhu ash-Shawab, 1:316, dinukil dari Fashlul Khithab fi Sirati Ibnul Khatthab, Dr. Ali Muhammad ash-Shalabi, 1:150).

Kemudian disebutkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, dari Said bin al-Musayib, beliau menceritakan: Umar bin Khattab mengumpulkan kaum muhajirin dan anshar radhiyallahu anhum, beliau bertanya:

"Mulai kapan kita menulis tahun. Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan: Kita tetapkan sejak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hijrah, meninggalkan negeri syirik. Maksud Ali adalah ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Kemudian Umar menetapkan tahun peristiwa terjadinya Hijrah itu sebagai tahun pertama (al-Mustadrak 4287 dan dishahihkan oleh adz-Dzahabi)."

Mengapa bukan tahun kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menjadi acuan? Jawabannya disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar sebagai berikut:

"Para sahabat yang diajak musyawarah oleh Umar bin Khatthab, mereka menyimpulkan bahwa kejadian yang bisa dijadikan acuan tahun dalam kalender ada empat: tahun kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tahun ketika diutus sebagai rasul, tahun ketika hijrah, dan tahun ketika beliau wafat. Namun ternyata, pada tahun kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan tahun ketika beliau diutus, tidak lepas dari perdebatan dalam penentuan tahun peristiwa itu. Mereka juga menolak jika tahun kematian sebagai acuannya, karena ini akan menimbulkan kesedihan bagi kaum muslimin. Sehingga yang tersisa adalah tahun hijrah beliau. (Fathul Bari, 7:268)."

”Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu mengutarakan alasan.

Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun. Landasan mereka adalah firman Allah ta’ala,

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه

"Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya." (QS. At-Taubah:108)

Para sahabat memahami makna “sejak hari pertama” dalam ayat, adalah hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga moment tersebut pantas dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah.

Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahillah dalam Fathul Bari menyatakan,

وأفاد السهيلي أن الصحابة أخذوا التاريخ بالهجرة من قوله تعالى : لمسجد أسس على التقوى من أول يوم لأنه من المعلوم أنه ليس أول الأيام مطلقا ، فتعين أنه أضيف إلى شيء مضمر وهو أول الزمن الذي عز فيه الإسلام ، وعبد فيه النبي – صلى الله عليه وسلم – ربه آمنا ، وابتدأ بناء المسجد ، فوافق رأي الصحابة ابتداء التاريخ من ذلك اليوم ، وفهمنا من فعلهم أن قوله تعالى من أول يوم أنه أول أيام التاريخ الإسلامي ، كذا قال ، والمتبادر أن معنى قوله : من أول يوم أي دخل فيه النبي – صلى الله عليه وسلم – وأصحابه المدينة والله أعلم .

“Dan As-Suhaili memberikan tambahan informasi: para sahabat sepakat menjadikan peristiwa hijrah sebagai patokan penanggalan, karena merujuk kepada firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At-Taubah: 108)

Sudah suatu hal yang maklum; maksud hari pertama (dalam ayat ini) bukan berarti tak menunjuk pada hari tertentu. Nampak jelas ia dinisbatkan pada sesuatu yang tidak tersebut dalam ayat. Yaitu hari pertama kemuliaan islam. Hari pertama Nabi shallallahu’alaihiwasallam bisa menyembah Rabnya dengan rasa aman. Hari pertama dibangunnya masjid (red. masjid pertama dalam peradaban Islam, yaitu masjid Quba). Karena alasan inilah, para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut sebagai patokan penanggalan.

Dari keputusan para sahabat tersebut, kita bisa memahami, maksud “sejak hari pertama” (dalam ayat) adalah, hari pertama dimulainya penanggalan umat Islam. Demikian kata beliau. Dan telah diketahui bahwa makna firman Allah ta’ala: min awwali yaumin (sejak hari pertama) adalah, hari pertama masuknya Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan para sahabatnya ke kota Madinah. Allahua’lam. ” (Fathul Bari, 7/335)

Sebenarnya ada opsi-opsi lain mengenai acuan tahun, yaitu tahun kelahiran atau wafatnya Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Namun mengapa dua opsi ini tidak dipilih? Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan alasannya,”

لأن المولد والمبعث لا يخلو واحد منهما من النزاع في تعيين السنة ، وأما وقت الوفاة فأعرضوا عنه لما توقع بذكره من الأسف عليه ، فانحصر في الهجرة ، .

“Karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi, belum diketahui secara pasti. Adapun tahun wafat beliau, para sahabat tidak memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan manakala teringat tahun itu. Oleh karena itu ditetapkan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun.” (Fathul Bari, 7/335)

Alasan lain mengapa tidak menjadikan tahun kelahiran Nabi shallallahu’alaihiwasallam sebagai acuan; karena dalam hal tersebut terdapat unsur menyerupai kalender Nashrani. Yang mana mereka menjadikan tahun kelahiran Nabi Isa sebagai acuan.

Dan tidak menjadikan tahun wafatnya Nabi shallallahu’alaihiwasallam sebagai acuan, karena dalam hal tersebut terdapat unsur tasyabuh dengan orang Persia (majusi). Mereka menjadikan tahun kematian raja mereka sebagai acuan penanggalan.

Abu Zinad mengatakan: Umar bermusyawarah dalam menentukan tahun untuk kalender Islam. Mereka sepakat mengacu pada peristiwa hijrah (Mahdzus Shawab, 1:317, dinukil dari Fashlul Khithab fi Sirati Ibnul Khatthab, Dr. Ali Muhammad ash-Shalabi, 1:150). Karena hitungan tahun dalam kalender Islam mengacu kepada hijrah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, selanjutnya kalender ini dinamakan kalender hijriah.


Setelah mereka sepakat, perhitungan tahun mengacu pada tahun hijrah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, selanjutnya mereka bermusyawarah, bulan apakah yang dijadikan sebagai bulan pertama. Pada musyawarah tersebut Umar bin Khatab dan Utsman bin Affan radhiyallahu anhu mengusulkan agar bulan pertama dalam kalender Hijriah adalah Muharam. Karena beberapa alasan:

Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah. Sebagian sahabat mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram.

“Sebaiknya dimulai bulan Muharam. Karena pada bulan itu orang-orang usai melakukan ibadah haji.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu.

Alasan lain dipilihnya bulan muharam sebagai awal bulan diutarakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah,

لأن ابتداء العزم على الهجرة كان في المحرم ؛ إذ البيعة وقعت في أثناء ذي الحجة وهي مقدمة الهجرة ، فكان أول هلال استهل بعد البيعة والعزم على الهجرة هلال المحرم فناسب أن يجعل مبتدأ ، وهذا أقوى ما وقفت عليه من مناسبة الابتداء بالمحرم

“Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan muharam. Dimana baiat terjadi dipertengahan bulan Dzulhijah (bulan sebelum muharom). Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama setelah peristiwa bai’at adalah hilal bulan muharam, serta tekad untuk berhijrah juga terjadi pada hilal bulan muharam (red. awal bulan muharam). Karena inilah muharam layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling kuat mengapa dipilih bulan muharam.” (Fathul Bari, 7/335)

Dari musyarah tersebut, ditentukanlah sistem penanggalan untuk kaum muslimin, yang berlaku hingga hari ini. Dengan menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun dan bulan muharam sebagai awal bulan. Oleh karena itu kalender ini populer dengan istilah kalender hijriyah.

foto : bimbinganislam.com

Pelajaran dari Kisah Penetapan Tahun Hijriyah

Kalender hijriyah ditetapkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para sahabat. Dan kita tahu bahwa ijma’ merupakan dalil qot’i yang diakui dalam Islam.

Sistem penanggalan yang dipakai oleh para sahabat adalah bulan qomariyah. Hal ini diketahui dari surat Umar bin Khatab yang ditulis untuk Abu Musa Al-Asy-‘ariy; di situ tertulis bulan sya’ban, hanya saja tidak diketahui tahunnya.

Para sahabat menjadikan kalender hijriyah sebagai acuan penanggalan dalam segala urusan kehidupan mereka; baik urusan ibadah maupun dunia. Sehingga memisahkan penggunaan kalender hijriyah, antara urusan ibadah dan urusan dunia, adalah tindakan yang menyelisihi konsesus para sahabat. Seyogyanya bagi seorang muslim, menjadikan kalender hijriyah sebagai acuan penanggalan dalam kesehariannya.

Kalender hijriyah merupakan syi’ar Islam, yang menbedakannya dengan agama-agama lainnya.

Demikian yang bisa kami sampaikan. Allahu ta’ala a’lam bis showab. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammad, wa’ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

sumber :
1. kabar24.bisnis.com
2. muslim.or.id
Kingramli
Kingramli Kabag. PDDikti Univ. Muhammadiyah Mataram

Post a Comment for "Mengenal Muharram, Bulan Pertama di Tahun Hijriyah"